Nama : Abdur
Rahman
Instansi :
Bappeda Kab. Sleman
1. Pengalaman Kabupaten
Sleman dalam melaksanakan PRA dan PPA?
Pengalaman
kabupaten Sleman dalam melakukan PRA adalah waktu melakukan relokasi warga yang
berada pada lokasi terlarang untuk dihuni. Setidaknya ada sembilan dusun di tiga desa yang di larang untuk dihuni, yaitu
Desa Glagaharjo terdiri dari Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen;
Desa Kepuharjo terdiri dari Dusun Jambu, Kopeng, Petung, Kaliadem, Puguharjo,
dan Desa Umbulharjo terdiri dari Pangukrejo, dan Pelemsari. Untuk melakukan
proses relokasi ini Pemda yang dibantu oleh REKOMPAK melakukan PRA dengan
menggunakan konsep Focus Group Discussion
(FGD). FGD ini lebih cenderung untuk menilai kebutuhan prioritas dari
masyarakat. walaupun sudah dilakukan FGD masih banyak penduduk yang tidak
menginginkan pindah dari tempat asalnya, data terakhit sekitar Oktober 2012,
berdasarkan pendataan yang disertai oleh FGD terdapat 2.721 KK yang lolos
kriteria untuk memperoleh hunian tetap, dan 2.129 KK bersedia relokasi,
sehingga masih ada sekitar 592 KK yang tidak bersedia direlokasi. Pelibatan
masyarakat di dalam menentukan keputusan jadi tidaknya relokasi sudah
semaksimal mungkin dilakukan oleh REKOMPAK, dan akhirnya diputuskan relokasi di
beberapa lokasi yang dulunya sebagai Hunian Sementara (Huntara), lokasi-lokasi
tersebut antara lain: Huntara Plosokerep,
Huntara Gondang Huntara Bulaksalak Huntara Kuwang Huntara Banjarsari Huntara
Koripan.
Saat ini hunian tetap yang telah
terbangun 1.675 unit (79 %) dari rencana 2.129 unit bagi masyarakat di Sleman.
Semua perihal relokasi warga korban erupsi Gn. Merapi di Sleman telah
ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Sleman.
2. Kegiatan atau program ke
depan yang terkait dengan institusi yang akan direncanakan menggunakan metode
PRA dan PPA?
Program yang sebaiknya direncanakan
menggunakan PRA dan PPA adalah penyusunan rencana tata ruang, baik rencana
rinci, maupun rencana umum tata ruang. Hal ini dikarenakan adanya Undang-undang
no. 41 tahun 2009 tentang penetapan kawasan pertanian tanaman pangan
berkelanjutan, maka dalam penyusunan tataruang terutama dalam menetapkan
kawasan pertanian berkelanjutan harus melibatkan masyarakat.
Pelibatan tersebut wajib, karena
sebagian besar kawasan lahan pertanian sudah memiliki sertifikat hak milik,
dimana masyarakat mengasumsikan bahwa mereka ber hak sepenuhnya atas lahan
pertanian tersebut. Hal ini bertentengan dengan UU No. 41/2009 yang tidak
membolehkan alih fungsi lahan selain digunakan sebagai fasilitas umum. Jika
terjadi alih fungsi lahan, maka pemerintah (yang member ijin mendirikan
bangunan) harus mengganti lahan pertanian tersebut. Disisi lain, munculnya
Unadnag-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang memberikan sanksi
pidana kurungan bagi pejabat yang memberikan ijin yang tidak sesuai
peruntukkannya, menjadi perhatian serius dari pada pejabat berwenang (stakeholder).
Bentuk pelibatan tersebut, terutama
mengukur atau menelusuri kesediaan masyarakat apabila lahan pertanian mereka
akan dijadikan sebagai lahan pertanian berkelanjutan, supaya tidak ada alih
fungsi lahan untuk lahan pertanian ini. Disisi lain pemerintah juga harus
memberikan reward ke masyarakat yang bersedia lahan mereka dijadikan lahan
pertanian, dengan memberikan misalnya pembebasan pajak, atau pun juga pemberian
subsidi pupuk, benih dll.
No comments:
Post a Comment