Tuesday 16 September 2014

Tugas PRA dan RRA studi kasus untuk kabupaten sleman



Nama                   : Abdur Rahman
Instansi                : Bappeda Kab. Sleman
 
1.      Pengalaman Kabupaten Sleman dalam melaksanakan PRA dan PPA?
Pengalaman kabupaten Sleman dalam melakukan PRA adalah waktu melakukan relokasi warga yang berada pada lokasi terlarang untuk dihuni.  Setidaknya ada sembilan dusun  di tiga desa yang di larang untuk dihuni, yaitu Desa Glagaharjo terdiri dari Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen; Desa Kepuharjo terdiri dari Dusun Jambu, Kopeng, Petung, Kaliadem, Puguharjo, dan Desa Umbulharjo terdiri dari Pangukrejo, dan Pelemsari. Untuk melakukan proses relokasi ini Pemda yang dibantu oleh REKOMPAK melakukan PRA dengan menggunakan konsep Focus Group Discussion (FGD). FGD ini lebih cenderung untuk menilai kebutuhan prioritas dari masyarakat. walaupun sudah dilakukan FGD masih banyak penduduk yang tidak menginginkan pindah dari tempat asalnya, data terakhit sekitar Oktober 2012, berdasarkan pendataan yang disertai oleh FGD terdapat 2.721 KK yang lolos kriteria untuk memperoleh hunian tetap, dan 2.129 KK bersedia relokasi, sehingga masih ada sekitar 592 KK yang tidak bersedia direlokasi. Pelibatan masyarakat di dalam menentukan keputusan jadi tidaknya relokasi sudah semaksimal mungkin dilakukan oleh REKOMPAK, dan akhirnya diputuskan relokasi di beberapa lokasi yang dulunya sebagai Hunian Sementara (Huntara), lokasi-lokasi tersebut antara lain: Huntara Plosokerep, Huntara Gondang Huntara Bulaksalak Huntara Kuwang Huntara Banjarsari Huntara Koripan.
Saat ini hunian tetap yang telah terbangun 1.675 unit (79 %) dari rencana 2.129 unit bagi masyarakat di Sleman. Semua perihal relokasi warga korban erupsi Gn. Merapi di Sleman telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Sleman.


2.      Kegiatan atau program ke depan yang terkait dengan institusi yang akan direncanakan menggunakan metode PRA dan PPA?
Program yang sebaiknya direncanakan menggunakan PRA dan PPA adalah penyusunan rencana tata ruang, baik rencana rinci, maupun rencana umum tata ruang. Hal ini dikarenakan adanya Undang-undang no. 41 tahun 2009 tentang penetapan kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, maka dalam penyusunan tataruang terutama dalam menetapkan kawasan pertanian berkelanjutan harus melibatkan masyarakat.
Pelibatan tersebut wajib, karena sebagian besar kawasan lahan pertanian sudah memiliki sertifikat hak milik, dimana masyarakat mengasumsikan bahwa mereka ber hak sepenuhnya atas lahan pertanian tersebut. Hal ini bertentengan dengan UU No. 41/2009 yang tidak membolehkan alih fungsi lahan selain digunakan sebagai fasilitas umum. Jika terjadi alih fungsi lahan, maka pemerintah (yang member ijin mendirikan bangunan) harus mengganti lahan pertanian tersebut. Disisi lain, munculnya Unadnag-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang memberikan sanksi pidana kurungan bagi pejabat yang memberikan ijin yang tidak sesuai peruntukkannya, menjadi perhatian serius dari pada pejabat berwenang (stakeholder).
Bentuk pelibatan tersebut, terutama mengukur atau menelusuri kesediaan masyarakat apabila lahan pertanian mereka akan dijadikan sebagai lahan pertanian berkelanjutan, supaya tidak ada alih fungsi lahan untuk lahan pertanian ini. Disisi lain pemerintah juga harus memberikan reward ke masyarakat yang bersedia lahan mereka dijadikan lahan pertanian, dengan memberikan misalnya pembebasan pajak, atau pun juga pemberian subsidi pupuk, benih dll.

No comments:

Post a Comment